01 Des 2021 | Dilihat: 1726 Kali

Anggaran "Siluman" BUMDes Patampanua

noeh21
Gbr. Ilustrasi
      
SKOR News, Polman - Penyaluran anggaran Badan Usaha Milik Desa (BUMDes) Patampanua dalam bentuk Simpan Pinjam (Koperasi) tidak jelas realisasinya. Selama bertahun-tahun, Anggotanya tidak mengetahui apa saja kegiatan BUMDes. Aparat Desa dan BPDesa juga tidak pernah mengetahui kegiatan serta Laporan Pertanggungjawaban (LPj) penggunaan anggaran Desa tersebut.
 
BUMDes Patampanua, Kec. Matakali, Kab. Polewali Mandar, Prov. Sulawesi Barat menghabiskan Ratusan Juta Rupiah Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa (APBDes) periode antara, TA 2017-2020.
 
Sumber skornews yang juga anggota BUMDes mengatakan, tidak pernah ada pertemuan terkait kegiatan BUMDes, Bendahara juga tidak mengetahui apalagi memegang anggaran  tapi dikuasai sepenuhnya Ketua BUMDes.
 
"Pertemuan terkait BUMDes hanya pada saat pembentukan pengurus, setelah itu tidak pernah lagi. Bendahara (alm) juga pernah bercerita, menanyakan dana BUMDes ke Kepala Desa namun dijawab bahwa yang memegang anggaran memang Ketua BUMDes," kata sumber skornews yang meminta namanya dirahasiakan namun mengaku siap bersaksi jika diminta pihak berwajib.
​​​​​​

Ketua BUMDes Patampanua, Ikbal 

Dikonfirmasi terkait hal tersebut, baik Ketua BUMDes Ikbal maupun Kadis PMD Hj. Andi Nursami serta jajarannya kompak tidak memberikan tanggapan hingga berita ini ditayangkan.
 
Aktivis anti korupsi dari LKPA, Zubair saat ditemui skornews berjanji akan mengawal persoalan tersebut dan "menyeret" semua oknum jika terbukti terlibat dalam pencurian (baca: korupsi) anggaran APBDes Patampanua.
 
"Kemarin (29/12) LKPA telah berkoordinasi dengan pihak Kejaksaan Negeri Polewali Mandar terkait DD/ADD, BUMDes, Dana Hibah dan Rental Mobil Dinas. Kasi Intel mengaku akan menindaklanjuti semua temuan LKPA jika memenuhi unsur Tindak Pidana Korupsi," tegas Zubair, (30/11).
 
Zubair menegaskan, masyarakat Polman harus menandai dan menghukum pejabat publik yang tidak responsif dan transparan dengan tidak memberikan dukungan dalam proses politik yang melibatkan partisipasi dan suara rakyat.
 
"Pejabat publik yang 'buta tuli' itu tidak pantas memperoleh dukungan politik dari masyarakat, ingat itu!" kata Zubair. *Awi