30 Desember 2022 | Dilihat: 409 Kali
Food Estate Hingga Impor Pangan, Kado Pahit Pemerintah Tahun 2022
noeh21
Anggota Komisi IV DPR RI, Slamet
    
SKOR News, Jakarta - Program food estate pemerintah lebih banyak mudharatnya ketimbang manfaatnya, proyek ini hanya buang-buang anggaran dan merusak lingkungan.
 
Pernyataan itu disampaikan Anggota Komisi IV DPR RI, Slamet saat reses. Slamet memberikan catatan terkait dengan ketahanan pangan nasional, Jumat (30/12).
 
Menurut Slamet, catatan ini merupakan pengingat pencapaian Pemerintah pada tahun 2022 ini.
 
“Proyek food estate ini lebih banyak masalahnya ketimbang manfaatnya, kondisi hutan sudah dibabat habis namun tanaman tak kunjung mendapatkan hasil yang memuaskan,” kata Slamet.
 
Proyek food estate di beberapa daerah, lanjut Slamet, mendapat banyak kritikan dari elemen masyarakat misalnya Walhi, Greenpeace, litbang kompas yang menyebutkan bahwa proyek tersebut telah mendorong kerusakan lingkungan yang cukup luas khususnya di Kalimantan.
 
“Selain itu ancaman perubahan sosial, dan pangan tradisional akan semakin terancam dengan adanya proyek food estate ini,” ungkap Slamet.
 
Terkait tatakelola beras nasional, presiden Jokowi mengklaim bahwa selama 3 tahun terakhir tidak ada impor beras yang berbuntut pada penghargaan International Rice Research Institute atas kinerja pemerintah menjaga kecukupan pangan beras nasional.
 
Namun, menurut Slamet sebenarnya Indonesia tidak pernah setop impor beras, tercatat tahun 2019 bulog mengimpor 444508,8 ribu ton, 2020 356286,2 ton, dan tahun 2021 407741,4 dan tahun ini 500 ribu ton sudah di impor secara bertahap oleh perum bulog impor beras ini lebih kepada kesalahan tata kelola beras.
 
“Mulai dari persolan data beras yang tidak sama antara bulog dengan kementerian pertanian begitupula dengan rendahnya serapan Perum bulog saat terjadi panen raya hal ini menyebabkan bulog kewalahan mengatur stok Cadangan Beras pemerintah atau CBP,” jelas Slamet.

Slamet juga mencatat masih tingginya impor bahan pangan strategis seperti gula, garam dan beberapa komoditas lain.
 
“Impor gula Indonesia tahun 2021 mecapai 5,46 juta ton dan tahun 2022 pada bulan oktober saja sudah mencapai 4,6 juta ton,” sebut Slamet.
 
Dengan melihat fenomena impor pangan saat ini, imbuhnya, sebenarnya Indonesia ini sangat rentan dijajah pada sector pangan, gandum Indonesia adalah net importir dengan total 10 juta ton pertahun begitupun juga kedelai 70% merupakan kedelai impor, garam, gula dan masih banyak lagi sector pangan strategies yang sangat tergantung pada impor.
 
“Sebagai kado akhir tahun bisa saya katakana cita-cita pemerintah akan ketahanan pangan masih jauh dari harapan,” tegas slamet.
 
Mengutip dari CNBC dan BPS, Indonesia juga mengimpor beberapa komoditas rempah-rempah seperti cengkeh sebesar 21.604 Ton senilai US$ 189 juta atau Rp 2,9 triliun termasuk juga Lada yang didatangkan dari Vietnam, Thailand, Malaysia, dan Australia yang nilai impornya mencapai US$ 2,5 juta atau setara Rp 39,5 miliar dengan volume impor 401,971 Ton. *Marman (s:fpks)