31 Desember 2023 | Dilihat: 586 Kali
DPRD Tolak Sekwan, Pengamat: Lebih Tepat Mempedomani UU ASN
noeh21
Gbr. Ilustrasi
    

SKOR News, Sulawesi Barat - Penolakan DPRD terkait Pejabat Pimpinan Tinggi Pratama (PPT Pratama), H. Muh. Hamzih, MM yang ditugaskan Gubernur (Pj.) Sulawesi Barat untuk menduduki jabatan Sekretaris DPRD dinilai melampaui kewenangan.

Hal itu disampaikan pengamat kebijakan publik, Zul Arifiandi di Jakarta. Menurutnya, jabatan Sekwan adalah ASN yang ditunjuk Gubernur sehingga lebih tepat berpedoman pada UU No. 5 Tahun 2014 tentang ASN dan peraturan turunannya.

"Kurang tepat jika menggunakan UU No 17/2014 tentang MD3 karena tidak terkait dengan produk dan proses politik di DPRD," terang Zul saat ditemui skornews di Jakarta, (31/12).

Zul menjelaskan, peran Pimpinan DPRD pada beberapa peraturan perundangan terkait pemberhentian dan pengangkatan Sekwan dapat berdampak buruk pada implementasi kewenangan Kepala Daerah sebagai Pejabat Pembina Kepegawaian (PPK). Sehingga, sudah sepatutnya dilaksanakan upaya perbaikan terhadap pasal-pasal lain yang mengatur tentang kewenangan Pimpinan DPRD melalui Eksekutif Review, Legislatif Review atau Yudicial Review. 

Dilanjutkan Zul, prosedur pengangkatan dan pemberhentian Sekretaris DPRD (Sekwan) secara yuridis diatur dalam beberapa peraturan perundangan. Yakni, UU No. 23/2014 tentang Pemerintah Daerah, UU No.17/2014 tentang MD3 yang bersifat khusus (lex specialist), UU No. 5/2014 tentang ASN, PP No. 18/2016 tentang Perangkat Daerah dan PP No. 11/2017 tentang Manajemen PNS.

Dalam ketentuan tersebut diatur bahwa pengangkatan dan pemberhentian Sekwan harus meminta persetujuan Pimpinan DPRD. Tetapi, jika dikaitkan dengan Penerapan Azas Lex Specialist derogate legi generali dimana mekanisme pengangkatan dan pemberhentian Sekwan seharusnya mengacu pada ketentuan pasal 127 ayat (4) PP No. 11 tahun 2017 tentang Manajemen PNS. Sehingga, kewenangan sepenuhnya ada pada PPK.

Zul menambahkan, pada aspek pemahaman bahwa pengangkatan dan pemberhentian Sekwan dilakukan oleh Kepala Daerah atas persetujuan Pimpinan DPRD. Namun, hal itu bertentangan dengan ketentuan dalam UU No. 5/2014 yang menjelaskan bahwa seseorang yang menjabat sebagai Sekwan selama 5 tahun, dengan sendirinya berhenti karena telah habis masa jabatannya. 

Pemberhentian Sekwan oleh Kepala Daerah dapat dikategorikan sebagai diskresi,  Pimpinan DPRD sifatnya hanya sebagai tembusan dan  pemberitahuan. 

Lalu, sebaiknya langkah apa yang terpenting perlu dilakukan.

"Dalam hal ini adalah terciptanya komunikasi  intensif antara Kepala Daerah selaku Pimpinan Eksekutif dengan Pimpinan DPRD selaku Pimpinan Legislatif karena hubungan antar keduanya menjadi faktor penting dalam membangun daerah. Karena itu, jalinan komunikasi dan koordinasi antara Kepala Daerah dengan DPRD jangan sampai macet dan mampet," terang Zul. *Awi