16 Apr 2021 | Dilihat: 1015 Kali
Wacana Poros Islam Menguat, Siapa Diusung di 2024?
Jakarta - Wacana koalisi poros Islam di Pemilu 2024 menguat setelah pertemuan PPP dan PKS. Wacana itu disambut baik oleh partai Islam lain yakni, PKB dan PBB.
Wacana itu berawal dari pertemuan Presiden PKS Ahmad Syaiku dan Ketua Umum PPP Suharso Monoarfa, Rabu (14/3) malam. Keduanya tidak menampik untuk sama-sama membuka peluang berkoalisi.
Dari situlah, wacana koalisi poros Islam Pemilu 2024 menguat. Ditambah lagi partai Islam lain menyambut baik.
PKB menunggu wacana itu digagas dengan serius. PKB menyatakan akan siap bergabung bahkan akan menyiapkan program keumatan.
"Kami menyambut baik wacana itu untuk membangun poros kekuatan demokrasi dengan menawarkan ide program keumatan yang segar dan tidak berhenti pada sebatas wacana," kata Waketum PKB Jazilul Fawaid.
Selain itu, Ketua Umum PBB Yusril Ihza Mahendra juga mendukung wacana tersebut sembari mendorong pembentukan koalisi partai Islam. Yusril menyebut gagasan besar penyatuan partai Islam tidak mudah. Yusril mengatakan partai sering kali terpecah bukan karena masalah fundamental terkait ideologi atau prinsip perjuangan, melainkan karena perbedaan kepentingan politik praktis di lapangan.
"Untuk menyatukan partai-partai Islam dapat dimulai dengan pembentukan koalisi partai, yang harus mendapat legitimasi undang-undang, baik UU Parpol maupun UU Pemilu," kata Yusril.
"Partai-partai Islam bisa saja tampil dengan satu partai koalisi dalam pemilu, katakanlah misalnya diberi nama Partai Koalisi Islam yang terdiri atas beberapa partai Islam peserta pemilu. Tanda gambar peserta pemilunya terdiri atas beberapa partai Islam yang bergabung dalam koalisi itu," imbuh Yusril.
Sedangkan partai yang berporos Islam lainnya yakni PAN tidak ingin gabung ke koalisi tersebut. PAN kemudian menyampaikan sejumlah alasan. Waketum PAN, Viva Yoga Mauladi, menjelaskan penggunaan politik identitas berbasis agama perlu disikapi secara hati-hati. Menurut Viva, simbol agama sebaiknya tak dimasukkan ke dalam politik.
"Pertama, meski ciri/identitas khas partai politik atau ideologi politik partai telah dijamin di Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2011 tentang Partai politik, namun kita harus hati-hati menggunakan politik identitas berbasis agama sebagai merek jualan ke publik. Simbol-simbol agama sebaiknya jangan dimasukkan ke dalam turbulensi politik karena dapat menyebabkan keretakan kohesivitas sosial dan dapat mengganggu integrasi nasional," ujar Viva.
Waketum PPP Arsul Sani mengatakan poros partai politik menjelang 2024 masih cair. Tak tertutup kemungkinan adanya koalisi partai Islam.
"Pilpres 2024 kan masih 3 tahun lagi, jadi kalau dari sisi konfigurasi poros parpol masih cair dan terbuka. Namun harus diakui dalam konteks pembedaan partai Islam atau berbasis umat Islam dengan partai nasionalis, maka koalisi partai-partai berbasis Islam atau umat Islam bukan sesuatu yang tertutup," kata Arsul kepada wartawan, Kamis (15/4/2021).
Arsul mengatakan tak menutup kemungkinan konfigurasi juga bertambah dari partai nasionalis. Namun Arsul menegaskan silaturahmi PPP dengan partai lainnya belum masuk ke tahap koalisi.
PPP, kata Arsul, tak ingin pembelahan masyarakat di Pilpres 2014 dan 2019 terulang pada 2024. Hal itulah, menurut Arsul, yang harus jadi komitmen parpol mengusung paslon pilpres.
"PPP sebagai parpol berharap bahwa efek segregasi karena Pilpres ini tidak terus terulang karena menguras energi kita bahkan setelah Pilpres itu sendiri selesai. Nah ini tentu perlu pemikiran dan komitmen bersama semua parpol yang akan mengusung paslon di Pilpres," sebutnya.
Dihubungi terpisah, Ketua DPP PKS Mardani Ali Sera mengatakan peluang koalisi di Pilpres 2024 terbuka lebar. PKS, kata Mardani, tegas tak hanya akan membangun koalisi dengan partai Islam.
"Pertama, peluang koalisi di 2024 terbuka karena semua partai ingin menang. Kedua, PKS akan membangun koalisi dengan partai Islam dan juga partai nasionalis," ujar Mardani.
Sebab, menurut Mardani, suara dari partai nasionalis pun cukup besar. PKS tak akan membatasi diri dengan partai Islam saja.
"Karena basis suara partai nasionalis cukup besar. Jadi PKS tidak akan melimitasi hanya pada partai-partai Islam. Ketiga definitif partai mana yang diajak masih cair. Kita akan terus melakukan komunikasi. Dan faktor terpenting bukan hanya partai tapi figur capres dan cawapresnya," imbuhnya.