SKOR News, Sulawesi Barat - Tidak adanya mensrea (niat jahat) menjadi alasan Kejari Majene berkali-kali kembalikan berkas para tersangka ke Polres. Alasan tersebut kini telah gugur, karena para tersangka yang mendapatkan ruang dan waktu perlawanan telah kalah berkali-berkali dalam persidangan, baik PTUN maupun PRAPERADILAN.
Kisruh penyelesaian sengketa tanah bersertifikat Hak Milik (SHM) No. 654,Tahun 1997, Surat Ukur Nomor 64 tahun 1997. atas nama Eddy Atutu Pasca Putusan PTUN dan Putusan Banding PTTUN Makassar belum memperoleh kepastian Hukum seolah diabaikan para oknum.
Pernyataan itu disampaikan Ketua Tim Investigasi DPN GN-PK. Menurutnya, sejak dilaporkan Tahun 2019 lalu, para pelaku "Mafia" Tanah mendapat ruang melakukan berbagai upaya perlawanan baik PTUN kepada BPN Majene dan Praperadilan kepada Polres Majene yang telah menetapkan para Mafia Tanah ini sebagai Tersangka tapi selalu kalah.
Aktivis GNPK menjelaskan, adapun Modus operandi Mafia Tanah ini
1. Dengan Dalil menggunakan dana pensiun (purnawiran polri), yang bersangkutan melakukan Jual-Beli pada penjual (pensiunan Lurah) yang tidak berhak dan tidak memiliki bukti Sertifikat Hak atas Tanah
2. Setelah membeli dengan cara Tidak Beritikad Baik, lalu dibuatkan Sporadik dengan cara melawan Hukum
3. Selanjutnya membuat keterangan Tanah pada Pemkab Majene, seakan-akan merupakan tanah Adat atau Tanah warisan yang di tukar guling dengan Pemkab Majene sehingga Bupati mengeluarkan Surat keterangan Tanah berstample Garuda merah dan berlogo Pemkab Majene sebagai Surat keterangan Tanah
5. Setelah memperoleh surat keterangan tersebut, ditindaklanjuti dengan membangun bangunan Permanen tanpa ijin dari yang berhak
6. Lalu melakukan perubahan data PBB di Dispenda dengan cara memecah sebidang tanah menjadi Tiga bidang tanah dengan Nomor register PBB yang berbeda, (Terdapat 3 Nomor register dalam 1 Bidang Tanah)
7. Seakan-akan telah membayarkan PBB, lalu lembaran PBB “palsu” dilampirkan untuk permohonan Pengukuran/Pemetaan Lokasi tanah dengan tujuan membuat surat ukur dan Buku tanah.
8. Setelah Pengukuran, ditindaklanjuti dengan membuat Akta Jual Beli (AJB) seakan-akan dihadapan Notaris PPAT, Tahun 2023.
9. Setelah melakukan pengukuran, ditindak lanjuti dengan mengajukan permohonan pembuatan sertipikat pada ATR/ BPN Kab.Majene
10. Upaya Pensertifikatan Mafia Tanah tersebut mendapat Penolakan Tegas dari ATR/BPN Kab.Majene
11. Setelah mendapat Penolakan dari ATR/BPN Majene, Mafia Tanah Mengajukan Gugatan pada PTUN Makassar terhadap BPN dengan obyek gugatan “membatalkan” SERTIPIKAT Hak Milik Nomor. 654,Tahun 1997, Surat Ukur Nomor 64 tahun 1997. atas nama Eddy Atutu. Namun Gugatan Mafia Tanah tidak dapat di terima oleh PTUN Makassar
12. Pasca Putusan PTUN tingkat pertama, Mafia tanah tersebut mengajukan upaya Hukum Banding ke PTTUN Makassar. Oleh PTTUN Makassar memutus “menolak” Banding yang di ajukan Oleh Mafia Tanah ini
13. Dalil Oknum Kejaksaan Negeri Majene yang berpendapat bahwa para tersangka ini tidak terdapat mensrea ( Niat Jahat ) untuk dipidanakan sehingga Mafia Tanah ini mengajukan praperadilan pada penyidik kepolisian Resort Majene
14. Pasca putusan Banding PTTUN Makassar, Mafia Tanah ini mengajukan Praperadilan di PN Majene atas status tersangkanya, praperadilan kembali dimenangkan Polres Majene.
Menurut aktivis GN-PK, dari berbagai niat dan upaya tipumuslihat Mafia Tanah tersebut diatas, Eddy Atutu melalui Kuasa Hukumnya FENDRA SH.,MKn. Dan RAHIM ATJO SH. Berpendapat bahwa
1. Telah ada kepastian Hukum dalam pasal 21 ayat 1 UU Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria (UUPA) dan pasal.32 PP Nomor 24 Th.1997 Tentang Pendaftaran Tanah
2. Telah ada kepastian Hukum dalam Pasal 2 Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (PERPPU ) Nomor 51 Tahun 1960 tentang Larangan Pemakaian Tanah Tanpa Izin dari Yang Berhak Atau Kuasanya.
3. Telah ada putusan MK Nomor 12/PUU-XIX/2021 yang Final dan mengikat memberi kepastian Hukum tentang kekuatan pembuktian “SERTIPIKAT” Hak atas Tanah
4. Terbitnya Putusan PTUN Nomor 97/G/PTUN.MKS. Yang Tidak menerima Gugatan Penggugat (Mafia Tanah)
5. Terbitnya Putusan PTTUN Nomor 40/B/2023/PT.TUN.MKS yang menolak Upaya Hukum Banding para Pembanding (Mafia Tanah)
6. Sehingga Sangat layak dan berharga pada Penyidik kepolisian Resort Majene dan penyidik kejaksaan Negeri Majene bahkan penegak Hukum di Kab.Majene untuk tidak memberikan ruang multi tafsir terhadap kekuatan pembuktian “SERTIPIKAT” Hak atas Tanah, agar tercipta Kepastian Hukum Pembuktian yang Kuat dan Mutlak bagi masyarakat pencari keadilan. Bukan sebaliknya, membingungkan dan memberi kemunduran hukum pada masyarakat
7. Bahwa Adanya pendapat Oknum kejaksaan Negeri Majene yg masih berpendapat tidak adanya mensrea ( Niat jahat ) sehingga mafia tanah tidak dapat di pidanakan pada kasus ini sebagai contohnya. Merupakan pendapat Hukum yang sangat keliru, dan dapat di maklumi sebagai upaya melindungi Hak-Hak Mafia Tanah
8. Akibat Hukum dari pendapat Oknum kejaksaan Negeri Majene selama lebih dari satu tahun tersebut, memperpanjang dan memberi ruang pada Mafia Tanah untuk dengan leluasa mempraperadilankan penyidik kepolisian Resort Majene dengan dalih salah menetapkan tersangka dan membalikkan fakta Hukum seakan - akan mafia Tanah tersebut merupakan Korban Jual-Beli sehingga menjadi Sah membangun, menyerobot dan merampas Hak Atas Tanah dan memiliki Tanah Tanpa Hak diatas Tanah Orang yang Berhak.
Dalam legal opinion kami mengingatkan
1. Bahwa SERTIPIKAT Hak atas Tanah adalah Dokumen Negara dengan berlambang Garuda sebagai wibawa NKRI. Yang barang siapa memalsukan dan memilikinya dengan melawan hukum termasuk oknum yang melindunginya, dapat di kategorikan sebagai “Penghianat Negara”. Dalam Rumusan Reformasi Agraria dalam menciptakan Tertib administrasi pertanahan dan kepastian Hak atas Hukum Tanah Nasional di NKRI
2. Bahwa SERTIPIKAT sebagai Alat Bukti yang kuat dan terpenuh. Yang bila telah melampaui waktu 5 Th. Sejak penerbitannya Oleh Lembaga Recht Verwerking ( Daluarsa ) menjadikan SERTIFIKAT sebagai Alat Bukti yang Mutlak termasuk kuat dan luas. Sehingga Hak penuntutan menjadi gugur setelah melampaui 5 th. Sejak di terbitkannya SERTIFIKAT Hak atas Tanah dan Nama yang tercatat dan teregister dalam SERTIPIKAT dan buku Tanah yang bersangkutan memperoleh Hak yang tidak dapat diganggugugat (indiviesible Hand)
3. Bahwa NKRI menganut pendaftaran Tanah dengan sistem Pendaftaran HAK (Registration OF Tittle) yang Buktinya Hanya serrifikat Hak atas Tanah karena hanya dokumen sertifikat yang penerbitannya melalui proses pendaftaran Tanah. Sehingga pembuktian yang lain berupa girik, petuk pajak, sporadik, kwitansi jual-beli, bahkan Akta Jual-Beli (AJB) Notaris PPAT masih bersifat “AKTA” yang bukan Bukti Hak Atas Tanah. Karena NKRI tidak menganut Sistem Pendaftaran AKTA (Registration OF Deeds).
Berdasarkan pertimbangan hukum kami tersebut sehingga melalui press realis ini, kami memohon pada Bapak Menkopolhukam dan Bapak Kejaksaan Agung RI untuk tegas menindak dan memproses hukum oknum kejaksaan Negeri Majene yang telah terbukti melindungi Mafia Tanah di Kab. Majene demi terciptanya Supremasi Hukum. *Awi