SKOR News,
Jakarta - Perwakilan 57 pegawai KPK berkunjung di kantor AJI Indonesia, Jakarta pada pekan lalu, (3/9). Dalam pertemuan itu, perwakilan 57 dan Pengurus AJI Indonesia mendiskusikan temuan Dua Lembaga Negara yakni Ombudsman RI dan Komnas HAM RI yang menyebut ada pelbagai pelanggaran dan siasat penyingkiran pegawai KPK melalui pelaksanaan Tes Wawasan Kebangsaan (TWK).
Ombudsman menemukan ada cacat administrasi berlapis, penyimpangan prosedur dan penyalahgunaan dalam proses pembentukan kebijakan, pelaksanaan TWK serta penetapan hasil.
Temuan dan pendapat Ombudsman tersebut mengikat secara hukum karena merupakan produk hukum yang harus dipatuhi oleh lembaga pelayanan publik terlapor, yaitu KPK.
Sementara Komnas HAM mendapati proses alih status pegawai KPK menjadi ASN melalui
asesmen TWK diduga kuat merupakan bentuk penyingkiran terhadap pegawai tertentu dengan latar belakang tertentu. Indikasi itu ditunjukkan diantaranya dengan adanya profiling lapangan terhadap sejumlah pegawai KPK.
Laporan Komnas HAM yang lebih dari 300 halaman itu juga membeberkan temuan 11 bentuk dugaan pelanggaran HAM diantaranya pelanggaran terhadap hak atas keadilan dan kepastian hukum, hak perempuan, hak bebas dari diskriminasi ras dan etnis, hak atas rasa aman, hak atas privasi, hak atas informasi publik.
Atas rentetan temuan itu, seharusnya tak ada lagi alasan bagi KPK untuk tidak mengangkat (75 yang kemudian 57 diantaranya dicap merah) pegawai KPK sebagai Aparatur Sipil Negara (ASN) tapi pemimpin lembaga antirasuah (KPK) memilih untuk mengabaikan temuan itu.
Ketua Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Indonesia, Sasmito mengatakan ketika HAM disepelekan, lalu hukum direndahkan dan ketidakadilan didiamkan maka rakyat patut bicara. Apalagi, mereka yang memiliki otoritas tertinggi.
"Itu sebab, sebagai atasan, Presiden Jokowi harus mengambil alih dan mengoreksi keputusan KPK," kata Sasmito yang diunggah akun twitter AJI, Rabu (8/9).
Menurut Sasmito, Ini momentum bagi Jokowi untuk membuktikan sikap konkret dukungan terhadap pemberantasan korupsi dan menegaskan ketidaksetujuan TWK dijadikan 'alat' untuk mendepak pegawai yang justru berintegritas seperti yang pernah disampaikannya pada 17 Mei 2021.
Masih Ingat saat itu Presiden Jokowi bilang begini, "Hasil tes wawasan kebangsaan terhadap pegawai KPK hendaknya menjadi langkah-langkah perbaikan KPK, baik individu maupun institusi dan tidak serta merta dijadikan dasar untuk memberhentikan 75 pegawai KPK yang dinyatakan tidak lolos tes." Kata Sasmito mengutif kata-kata Presiden Jokowi dalam pidatonya, Mei 2021 lalu
Masih kata Jokowi, "Kalau dianggap ada kekurangan, saya berpendapat masih ada peluang untuk memperbaiki melalui pendidikan kedinasan".
Dua Lembaga Negara, Ombudsman dan Komnas HAM memiliki kewenangan terbatas, tindaklanjutnya ada di tangan Presiden Jokowi sebagai kepala negara diuji melalui putusan ini, apakah bisa menjadi panutan tertinggi melawan korupsi atau justru membiarkan para koruptor berutang budi padanya.
Sebab membicarakan 'borok' tes wawasan pegawai KPK bukan hanya menyoal niat menyingkirkan pegawai-pegawai yang dianggap tak bisa 'dikendalikan' tapi juga masa depan pemberantasan korupsi.
Sebagaimana diketahui, diantara pegawai yang disingkirkan itu ada mereka yang membuka mata bahwa paket bansos dikorupsi, menyingkap proyek KTP digarong, ada yang mengungkap perdagangan perkara di lingkungan peradilan dan tentu masih banyak lagi yang belum diketahui publik.
Karena itu, jika Jokowi tak segera mengambil sikap, rasanya pantas jika publik terus-menerus curiga dan mempertanyakan keseriusan ucapan kepala negara.
Kalau sungguh-sungguh bertekad memberantas korupsi, menegakkan hukum dan tak sedang berbasa-basi maka Presiden Jokowi wajib membuktikan pernyataan pada Mei 2021 bukan formalitas belaka.
Atas pelbagai uraian diatas dan situasi tersebut, AJI Indonesia mendesak:
1. Presiden Jokowi berpegang teguh pada komitmen awal dan membuktikannya dengan sikap konkret menengahi polemik TWK pegawai KPK.
2. Presiden Jokowi mengikuti rekomendasi Komnas HAM berupa tindakan korektif untuk mengangkat seluruh pegawai KPK yang dinyatakan tidak lolos TWK.
3. Presiden Jokowi memerintahkan KPK untuk mengikuti rekomendasi Komnas HAM dan melaksanakan tindakan korektif yang diminta Ombudsman. *
Rizki (s:@AjiIndonesia)