22 Feb 2022 | Dilihat: 503 Kali

Dana Diinvestasikan, JHT 56 Strategi Hindari Klaim Hadapi Gelombang PHK

noeh21
Hery Susanto
      
SKOR News, Jakarta - Ombudsman RI gelar diskusi publik merespon keresahan pekerja terkait Permenaker "kontroversi" 2/2022 yang menetapkan tabungan Jaminan Hari Tua (JHT) baru dapat dicairkan pada usia 56 Tahun, (22/2).

Anggota Ombudsman RI, Robert Na Endi Jaweng saat memberikan sambutan mengatakan bahwa setiap regulasi harus memperhatikan suasana kebatinan masyarakat, mempertimbangkan bagaimana para buruh bertahan hidup saat mengalami Pemutusan Hubungan Kerja (PHK).

Robert Na Endi menjelaskan bahwa JKP sebagai solusi masa transisi dari JHT harus dapat dipersingkat klaim (pencairan) agar manfaatnya dapat membantu buruh dalam melewati masa-masa sulit pasca PHK.

Sementara itu, Anggota Ombudsman RI Hery Susanto masih dalam masa sulit pandemi Covid-19 saat ini semua sektor pasti mengalami tekanan ekonomi, baik pekerja maupun pengusaha. Tapi, perlu kita ketahui bahwa sebelum pandemi pun, klaim JHT ini cenderung sulit dan berlarut-larut.

Hery Susanto menjelaskan sebelum Permenaker 2/2022, diatur klaim JHT maksimal 1 bulan setelah pemutusan hubungan kerja. Klaim JHT usia 56 Tahun sulit diterapkan karena melihat kondisi pekerja pasca PHK, meskipun idealnya klaim JHT memang mestinya dicairkan pada usia pensiun yang ditetapkan pemerintah.

"Yang menjadi masalah adalah para pekerja yang mengalami PHK atau resign sebelum usia pensiun (56 Tahun), kemana mereka. Pemerintah harus mempertimbangkan dengan bijaksana karena pekerja telah mengalami masa sulit saat pandemi, apalagi pada masa transisi pasca PHK," terang Hery.

Menurut Hery Susanto, ancaman gelombang PHK karena Pandemi covid sementara dana JHT diinvestasikan (tidak ada di brankas), terbitlah kebijakan "memotong jalur" permenaker 2/2022 sebagai antisipasi membludaknya klaim JHT tanpa adanya sosialisasi sehingga menuai gelombang protes pekerja," terang Hery.

"Permenaker jangan strike memotong jalur (klaim 56 Tahun) meskipun idealnya memang dicairkan saat usia pensiun tapi kondisi pekerja dalam masa sulit (transisi) tidak dipertimbangkan dengan bijaksana dan tanpa sosialisasi yang maksimal," tutur Hery Susanto. *Rizki


 
Sentuh gambar untuk melihat lebih jelas