SKOR News, Sulawesi Barat - Tiga masalah krusial yang menjadi alasan masyarakat Sulawesi Barat melalui DPRD menolak perpanjangan masa jabatan Penjabat (Pj) Gubernur yang dijabat Dirjen Otonomi Daerah Kemendagri, Dr. Akmal Malik masa jabatan 12 Mei 2022 - 12 Mei 2023.
Sejumlah hal yang dinilai buruk di lingkungan Pemprov. Sulawesi Barat, diantaranya terkesan mengendors ASN, SPPD yang terpusat mulai dari pegawai biasa hingga Eselon Dua semua harus tandatangan langsung Penjabat (Pj.) Gubernur dan cukup lama menunggu baru dibayarkan serta Tenaga Ahli (TA) Pj. dinilai sering out posisi, baik urusan media, mutasi ASN maupun pelaksanaan proyek-proyek.
Sumber skornews mengatakan, Penjabat Gubernur harusnya cuma mengawal RKPD yang telah dirumuskan berjalan sesuai relnya dan memastikan progres penyerapan anggaran sesuai terget.
"Ini Penjabat, semua diatur ulang melalui TA nya. dari hal kecil sampai urusan besar semua dikangkangi," terang sumber, (2/3).
Sementara itu, Data Desa Presisi (DDP) yang diketahui sebagai program "dipaksakan" di APBD Sulawesi Barat Tahun Anggaran 2022 karena tidak terdapat di RKPD, tidak melalui pembahasan bersama DPRD dan tidak cukup melakukan sosialisasi kepada masyakat.
Menurut aktivis LKPA, Dugaan gratifikasi munculnya Data Desa Presisi ini tidak dapat dihindari karena tidak satupun pihak terkait mengakui dan dapat menjelaskan apa dasar hukum DDP muncul di APBD 2022, bagaimana realisasinya dan apa manfaatnya. Juga, uang Ratusan Juta yang diperintahkan TA Pj. Gubernur (saat itu), inisial "M" untuk mengambil uang pada oknum staf IPB Bogor inisial "K".
Konfirmasi skornews sebelumnya, "M" membantah telah menyuruh seseorang mengambil uang kepada "K".
"Tidak benar, tidak pernah. itu fitnah," kata "M" kepada skornews.
Salah seorang pejabat IPB Bogor yang aktif dalam mandampingi program DDP di Sulbar, Dr. Sofyan juga membantah hal tersebut. Melalui Senator Sulawesi Barat di Senayan, "astgafirullah, itu fitnah," kata Dr. Sofyan yang diteruskan Senator Sulbar kepada skornews, (2/8).
Liputan investigasi skornews, memastikan bahwa M telah menyuruh salah seorang staf Badan Penghubung Sulawesi Barat di Jakarta untuk mengambil uang Ratusan Juta di Kampus IPB Bogor dan diberikan oleh K.
Menurut aktivis LKPA, Zubair. Jika uang itu tidak ada hubungannya dengan Program DDP yang kebetulan aplikasinya milik IPB Bogor, harusnya dijelaskan uang itu untuk apa, bukannya membantah pernah menyuruh seseorang mengambil uang di IPB Bogor yang bertepatan program DDP ini digulirkan.
"Kami tidak menuding itu uang gratifikasi atau fee ujug-ujug DDP di APBD Sulbar. Tapi, jelaskan uang itu uang apa agar tidak menimbulkan prasangka dan jadi misteri, bukannya membantah karena sudah ada yang mengaku (hasil spy investigation skornews yang tidak disadari oleh target) disuruh mengambil kemudian mentrasfer ke rekening Bank Mandiri, atas arahan M" kata Zubair.
Zubair mengatakan, jika tidak dapat dijelaskan uang apa dan ternyata itu adalah fee DDP maka fantasi kita, jika staf saja bisa dapat Rp 500 juta, bagaimana dengan yang lain.
"Jangan, nanti kami turun jalan gelar demonstrasi dan meminta APH untuk menyelidiki kebenaran adanya uang itu," tegas Zubair. *Awi