25 Nov 2021 | Dilihat: 570 Kali

Kabar Gembira Bagi Nelayan, Ombudsman Akan Awasi Distribusi BBM

noeh21
MoU Ombudsman - KNTI untuk mengawasi penyaluran BBM Bersubsidi kepada Nelayan tradisional
      
SKOR News, Jakarta - Ombudsman RI bersama Kesatuan Nelayan Tradisional Indonesia (KNTI) tandatangani Kesepakatan Bersama/Memorandum Of Uderstanding (MoU) untuk mengawasi penyaluran BBM Bersubsidi kepada Nelayan Tradisional.
 
MoU dilaksanakan dalam Seminar Nasional Kebijakan Anggaran BBM Bersubsidi dan Perlindungan Nelayan Tradisional Kecil yang diselenggarakan Perkumpulan Inisiatif di Swiss Bell Hotel, Mangga Besar, Jakarta (25/11).
 
Kesepakatan itu ditandatangani Ketua ORI, M. Najih dan Ketua Umum KNTI, M Riza Adha Damanik. Hal itu dilakukan untuk melaksanakan kerjasama dalam upaya perbaikan penyelenggaraan pelayanan publik dalam implementasi kebijakan dan program perlindungan dan pemberdayaan nelayan kecil dan tradisional  di Indonesia.  

                          Hery Susanto

Anggota Ombudsman RI, Hery Susanto yang menjadi Key Note Speaker menjelaskan tujuan Pembangunan Berkelanjutan/Sustainable Development Goals (TPB/SDGs) sektor kelautan dan perikanan yang bertumpu pada harmoni dari peningkatan kesejahteraan ekonomi masyarakat, menjaga kualitas lingkungan hidup dan pengelolaan yang berkelanjutan. 
 
Menurut Hery, tatakelola kebijakan kelautan dan perikanan Indonesia dalam pengelolaan sumber daya kelautan dan perikanan perlu keterlibatan semua pihak secara bertanggungjawab dan berkelanjutan agar bisa mendukung kelestarian ekosistem dan mewujudkan kesejahteraan rakyat.
 
Dalam menghadapi problematika distribusi BBM Bersubsidi untuk nelayan tradisional, pihaknya mendapati sulitnya menetapkan jumlah kebutuhan BBM yang tepat bagi kapal-kapal ikan dikarenakan tidak sulitnya mendapatkan data kapal dan data operasionalnya yang valid. 
 
Secara umum, Nelayan tidak bisa mengakses BBM bersubsidi sebab nelayan tradisional banyak yang tidak memiliki surat rekomendasi untuk membeli BBM bersubsidi, alokasi yang diberikan untuk SPBU-N seringkali tidak mencukupi di pertengahan bulan (atau sebaliknya), hal ini terkait dengan musim melaut nelayan, adanya perpindahan kelompok nelayan ke lokasi lain (sesuai dengan musim) sehingga menyulitkan penetapan alokasi secara tetap di suatu wilayah kab/kota tertentu,

​​​​​​Skema pembelian BBM oleh nelayan umumnya dibeli oleh juragan yang selanjutnya menyuplai paket BBM dan sembako kepada nelayan, nelayan tradisional sulit menemukan penjual bahan bakar bersubsidi di lingkungan sekitarnya dan selalu kehabisan BBM bersubsidi.


 
Hery melanjutkan, Pemerintah atas persetujuan DPR RI rutin tiap tahun menetapkan kuota Jenis BBM tertentu (JBT) atau BBM bersubsidi tertuang dalam Nota Keuangan Rancangan APBN yang terdiri dari minyak solar dan minyak tanah.  
 
“Berdasarkan Peraturan Presiden RI Nomor 191 Tahun 2014, BPH Migas memberikan penugasan kepada Badan Usaha untuk menyalurkan BBM subsidi tersebut ke masyarakat melalui penunjukan langsung dan/atau melalui seleksi. BPH Migas juga diamanatkan untuk menetapkan kuota Badan Usaha yang mendapat penugasan dan kuota untuk masing-masing Propinsi/Kabupaten/Kota di seluruh Indonesia serta kuota untuk masing-masing sektor pengguna,” kata Hery Susanto.
 
Sejumlah Kementerian/Lembaga Negara yakni BPH Migas menugaskan Tim Pengawasan Bersama yang melibatkan Ditjen Migas Kementerian ESDM, Pemda (Propinsi/Kabupaten/Kota), TNI/Polri, BIN, dan Komisi VII DPR RI serta PT Pertamina (Persero) untuk melakukan pengawasan langsung ke lapangan/SPBU.  Dalam hal ini, Kementerian Kelautan Perikanan (KKP) RI secara teknis juga berperan dalam menyampaikan data nelayan penerima BBM bersubsidi.
 
“Skema pembelian BBM bersubsidi untuk nelayan dengan menggunakan kartu pintar, dengan sekali tap nelayan akan sangat dimudahkan dalam proses pembeliannya karena sesuai dengan kuota yang diterima.  Dalam rangka pengawasan dan pelaporan penyaluran BBM subsidi untuk nelayan dapat terintegrasi dan dipantau langsung oleh Dinas Kelautan Perikanan, Kementerian Kelautan dan Perikanan maupun BPH Migas,” kata Hery Susanto.

 
Hery Susanto menyayangkan fakta di lapangan diperoleh informasi tidak semua SPBU-N berlokasi di Pelabuhan Perikanan, maka gerai di SPBU-N harus mempermudah nelayan kecil dalam pengurusan izin.  Hal ini mengingat prasyarat pengajuan rekomendasi kuota BBM subsidi harus melampirkan SIUP, SIPI dan TDKP bagi nelayan kecil.  
 
Apalagi, nelayan yang akan mengajukan rekomendasi BBM subsidi harus melakukan penangkapan ikan menggunakan alat tangkap yang legal sesuai regulasi.  Tentu ini perlu dilakukan sosialisasi dan edukasi guna pemberdayaan nelayan kecil tradisional bisa berjalan dan ini tanggungjawab penyelenggara pelayanan publik di sektor tersebut dari kementerian/Lembaga negara/BUMN, kelompok masyarakat dan pihak terkait lainnya.
 
Ombudsman selama 3 tahun terakhir ini hanya menerima 26 laporan masyarakat di sektor perikanan. Ini amat sedikit, bukan berarti di sektor perikanan tidak ada masalahnya. Justru minimnya kualitas SDM, akses dan keberanian kelompok nelayan ini menjadi hambatan dalam melapor kasus dugaan maladminisrasi yang dialaminya. 
 
"Untuk itu, ORI menggunakan mekanisme Respons Cepat dengan IG, WA, SMS dan lainnya untuk membantu pengawasan dan pelaporan masyarakat nelayan yang mengeluhkan masalah pelayanan publik yang dialami dengan menuliskan kronologis singkat, kirim KTP pelapor, bukti otentik foto, video, dll kirim ke 08119063737," terang Hery dalam siaran persnya yang diterima skornews, (25/11).
 
ORI akan menindaklanjuti ke pihak terlapor untuk direspons cepat, beberapa pelaporan yang diterima ORI di sektor perikanan ini diantaranya keberatan atas ketentuan dan kebijakan yang dianggap menyulitkan nelayan, pengaduan tentang pelayanan di balai karantina ikan dan bantuan program oleh dinas perikanan,” tutur Hery Susanto. *rizki
  
Sentuh gambar untuk melihat lebih jelas