SKOR News, Jakarta - Rencana Pemerintah melakukan hilirisasi bauksit harus mengambil pelajaran dari pengalaman program hilirisasi nikel. Jangan sekedar copy paste atau menjiplak dari program hilirisasi nikel, yang sekarang tengah berlangsung.
Pernyataan itu disampaikan Anggita DPR FKPS, Mulyanto. Menurutnya, program hilirisasi komoditas ini tidak setengah hati, tidak menggerus potensi penerimaan negara, serta tidak didominasi oleh satu negara. Karenanya Pemerintah harus merancang strategi dan pentahapan hilirisasi bauksit yang tepat.
Demikian tanggapan Anggota Komisi VII DPR RI Mulyanto atas rencana pemerintah untuk melarang ekspor bijih bauksit pada bulan Juni 2023, sebagaimana disampaikan Presiden Jokowi, Selasa (21/12).
Mulyanto menyebut selama ini berbagai insentif diberikan untuk hilirisasi nikel terlalu berlebihan, karena ternyata produk akhirnya yang kemudian diekspor hanyalah NPI (nickel pig iron) dan Feronikel dengan kadar nikel bernilai sangat rendah, masing-masing di bawah 4% dan 7%.
“Ini kan produk dengan nilai tambah rendah beda-beda tipis saja dengan bijih nikel,” terang Wakil Ketua Fraksi PKS DPR RI.
Ia berharap insentif fiskal yang diberikan untuk program hilirisasi nikel berupa pembebasan pajak pph badan, ppn, serta bea keluar ekspor tidak diberlakukan karena telah menggerus potensi penerimaan negara, di samping hilangnya potensi penerimaan negara.
“Memang hilirisasi nikel meningkatkan ‘nilai ekspor’, namun nilai ekspor tersebut minim penerimaan negara,” jelasnya.
Mulyanto menambahkan, selain 90 persen didominasi oleh satu negara, yakni China, baik smelter maupun tujuan ekspor, hilirisasi terkesan terlalu permisif terhadap TKA yang ditengarai merupakan pekerja kasar. Karenanya kesan, bahwa hilirisasi nikel kita menjadi subordinat dari industrialisasi di Tiongkok menjadi sangat kentara.
Karenanya, Mulyanto meminta BPK untuk melaksanakan Pemeriksaan Kinerja dalam rangka mengevaluasi secara komprehensif program hilirisasi nikel, sebelum Pemerintah beranjak ke program hilirisasi bauksit.
“Ini penting, agar berbagai insentif baik fiskal maupun non fiskal yang digelontorkan Pemerintah, benar-benar efektif dan efisien, serta tidak menggerus potensi penerimaan keuangan negara secara berlebihan,” tutup Mulyanto. *
Sri (
s:fpks)